Jumat, 06 November 2015

Kesimpulan, Saran dan Daftar Sumber Rujukan Laporan Karya Seni Tugas Akhir Penyutradaraan Dokumenter Interaktif Boso Walikan Malang "Nendes Kombet"


 
A.           Kesimpulan
Berdasarkan hasil proses produksi yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan, yaitu:
1.       Pelaksanaan proses produksi dokumenter “Nendes Kombet” melalui beberapa tahapan mulai dari riset hingga terwujudnya karya dokumenter ini. Tahapan praproduksi dari ide, riset, pengembangan gagasan, konsep penciptaan baik konsep estetik maupun konsep teknis hingga proses penciptaan yakni proses produksi, sampai pada proses pascaproduksi dilakukan dengan persiapan yang sangat maksimal. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan dokumenter dengan tayangan yang informatif, menghibur. dan mampu mengajak masyarakat yang menontonnya untuk melestarikan budaya dan kerifan lokal khususnya Boso Walikan Malang yang menjadi objek penciptaan karya dokumenter.
2.       Karya seni dokumenterNendes Kombet” ini fokus untuk menceritakan kembali eksistensi Boso Walikan Malang dari mulai fakta sejarah awal lahirnya hingga perkembangannya dari masa ke masa, dan juga ancaman kepunahannya melalui wawancara secara aktif dan langsung dengan para ahli sejarah, ahli bahasa, dan masyarakat Malang. Wawancara menjadi aspek utama dokumenter ini dengan alasan karena melalui metode wawancara diharapkan interaksi, komentar–komentar dan respon langsung dari para narasumber sebagai subjek bisa didapatkan secara spontan.
3.       Penyutradaraan dokumenter “Nendes Kombetini menggunakan gaya penuturan secara interaktif, dimana sutradara berperan aktif didalam film yang disutradarainya. Komunikasi sutradara dengan para subjeknya juga ditampilkan dalam gambar (in frame), dengan tujuan memperlihatkan adanya interaksi langsung antara sutradara dengan para subjeknya. Dalam dokumenter “Nendes Kombet” sutradara memposisikan diri bukan hanya sebagai observator namun justru sebagai participant yang turut aktif dan on screen dalam dokumenternya.
3.       Penyutradaraan dokumenter interaktif Nendes Kombetini menggunakan struktur bertutur secara tematis. Dimana cerita dibagi dalam tiga kelompok tema, yakni sejarah, tata bahasa dan Arema sebagai tahapan rancang bangun cerita. Alasan sutradara memilih struktur penuturan secara tematis dikarenakan subjektivitas sutradara dalam menampilkan realita yang ada berkaitan dengan ide dan tema yang menjadi objek penciptaan, karena kelebihan dari struktur tematis yang adalah pada kemampuannya dalam merangkum penggalan-penggalan sequence yang kadang tidak berkesinambungan dapat di rangkai menjadi suatu kesatuan mengingat isi dan temanya menjadi sebuah bingkai cerita.
4.       Ditinjau secara umum, penyutradaraan dokumenter interaktif dengan objek penciptaan Boso Walikan Malang yang berjudul Nendes Kombet ini telah berhasil diciptakan dengan baik dan sesuai konsep yang direncanakan. Meski dalam proses produksi melalui banyak kendala dan rintangan, namun semuanya mampu teratasi dengan baik melalui banyak bertanya dan membaca.
B.     Saran
Dari pengalaman melaksanakan proses produksi dokumenter “Nendes Kombet” ini bisa direkomendasikan beberapa saran sebagai berikut:
1.       Riset dengan maksimal agar proses produksi dan tujuan awal dibuatnya dokumenter dapat tercapai dan berjalan dengan baik.
2.       Pembuat dokumenter sebaiknya selalu memerhatikan aspek dokumenter seperti gaya atau tipe dokumenter, bentuk bertutur, dan struktur penuturan dalam mengemas dokumenternya. Pemilihan gaya/tipe, bentuk bertutur, dan struktur penuturan harus disesuaikan dengan konsep dokumenter yang akan dibuat.
3.       Kreatif dalam memilih informasi yang menarik, penting, dan masuk pada tema atau cerita yang diangkat menjadi objek dokumenter.
4.       Memilih tim produksi yang loyal dan solid, serta memiliki komitmen yang sama dalam mewujudkan dokumenter yang diinginkan.
5.       Bepikir positif dan bersikap tenang saat menghadapi persoalan-persoalan proses produksi agar mudah dalam menemukan solusi terbaik.

C.        Daftar Pustaka
Achlina, Leli & Purnama Suwardi. 2011, Kamus Istilah Pertelevisian. Jakarta: Kompas.
Ayawaila, Gerzon. 2008, Dokumenter: Dari Ide Sampai Produksi. Jakarta: FFTV-IKJ   Press.
Baran, J. Stanley. 2012, Pengantar Kommunikasi Massa Jilid 1 Edisi 5 Melek Media dan Budaya. Jakarta: PT. Erlangga.
Blain, Brown. 2012. Cinematography: Theory and Practice, Image Making for Cinematographers and Directors: Second Edition. Focal Press.
DeAndre, A. Espree-Conaway. 2012. Language attitudes, acquisition, and usage of Osob Kiwalan Ngalam: An Indo-Javanese language of Malang. Biehl International Research Scholarship-The University of the South. 1-22.
------------------------------------. 2013. Bahasa Walikan Malangan and the building of Indo-Javanese Urban Spaces. NUL- New Urban Languages Conference Proceedings. Milan, 19-21 June 2013.
Fachruddin, Andi. 2011, Dasar-dasar Produksi Televisi. Jakarta: Kencana
Hermansyah, Kusen Dony. Pengantar Ringan Tentang Film Dokumenter.  Sinema Gorengan Indonesia.
Mercer, John. 1966. The Five C’s of Cinematography by Joseph V. Mascelli Journal of the University Film Producers Association Vol. 18, No. 1 pp. 29-31. University of Illinois Press on behalf of the University Film & Video Association.
Muda, Iskandar Deddy. 2005, Jurnalistik Televisi, Menjadi Reporter Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset.
Nalan. S Arthur. 2011, Penulisan Skenario Film Dokumenter. Bandung: Prodi TV & Film STSI Bandung.
Naratama. 2004, Menjadi Sutradara Televisi. Jakarta: PT Grasindo
Nichols, Bill. 1991, Representing Reality. Bloomington & Indianapolis: Indiana University Press.
---------------. 2001. Introduction To Documentary. Bloomington & Indianapolis University Press.
Pratista, Himawan, 2008. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.
Santana, Septiawan K. 2005, Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor       Indonesia.
Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Tanzil, Chandra. 2010. Pemula dalam Film Dokumenter: Gampang-Gampang Susah. Jakarta: In-Docs.
Wahyudi, J.B. 1992. Teknologi Informasi dan Produksi Citra Bergerak. Jakarta: Gramedia Putra Utama.
Wibowo, Freed. 2007. Teknik Produksi Program Televisi. Jakarta: PINUS BOOK PUBLISHER.
Widodo, Dukut Imam et. Al. 2006. Malang Tempo Doeloe. Malang: Bayumedia Publishing.

D.        Daftar Sumber Online
Ministry of Tourism, Republic of Indonesia. Discover Indonesia. 2013. http://www.indonesia.travel/en/discover-indonesia#tab3, diakses tanggal 03 Juni 2014 – 09:00 WIB
Sindonews, Neneng Zubaidah, 50 Bahasa Daerah Terancam Punah. http://nasional.sindonews.com/read/838060/15/50-bahasa-daerah-terancam-punah, diakses tanggal 21 Februari 2014 − 19:04 WIB
The Ethnologue by Lewis, M. Paul, Gary F. Simons, and Charles D. Fennig (eds.). 2015. Ethnologue: Languages of the World, Eighteenth edition. Dallas, Texas: SIL International. Indonesia Languages. http://www.ethnologue.com/country/ID/languages, diakses tanggal 21 Februari 2014 – 03:00 WIB
UNESCO, the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization. UNESCO Interactive Atlas of the World’s Languages in Danger. Moseley, Christopher (ed.). 2010. Atlas of the World’s Languages in Danger, 3rd edn. Paris, UNESCO Publishing. http://www.unesco.org/languages-atlas/index.php, diakses tanggal 05 Juli 201506:49 WIB

E. Daftar Sumber Audio Visual

Film “Romeo & Juliet” – Andi Bachtiar Yusuf, MEGA MEDIA Pte Ltd presents, In Associations with the MEDIA DEVELOPMENT AUTHORITY OF SINGAPORE, a BOGALAKON PICTURES productions, 2009.
Live Peformance “Ugal-ugalan/skarema” – Youngster City Rockers, Oman Namo, 2014.
Video “One Incredible Blue – Aremania”, PLAT N, Hypno Creative Media, 2014.
Video “Thank You Nuwus Hebak” – Ongis Taattoo’s Channel, 2012.
VideoclipKajoetangan” - Aradoes Band, Mameck Haryadie, Mexpro, 2014.
Music “Salam Satu Jiwa” -  A.P.A Rapper of Aremania, Punky, 2010.

 F. Oyi Tok Wess, Jess!

Senin, 12 Oktober 2015

Bahasa dari Guru Bahasa Kami

 
Kita tahu, pekerjaan makelar di terminal itu berteriak-teriak mengajak penumpang ke berbagai tempat, sementara ia sendiri tak beranjak dari tempatnya. Penumpang silih berganti menuju Surabaya, Jogja, Bali, atau Jakarta, dan ia masih di tempat semula.
Tapi pekerjaan seperti itu bukan hanya milik makelar, guru pun begitu. Setiap hari ia memberi motivasi, mengajarkan pengetahuan, mengenalkan kemajuan, agar kelak siswa lebih baik dan mulia derajatnya.
Dari tahun ke tahun siswa silih berganti keluar masuk sekolah. Pada siswa yang masuk, guru melakukan hal yang sama. Pada yang telah keluar, guru hanya dengar kabar bahwa Si A telah menjadi dokter, Si B jadi tentara, Si C jadi artis ibukota, Si D pengusaha besi tua, Si E beristri dua, Si F dan G kuliah di Yaman atau Australia. Dan guru... tetap di sekolah itu. Ya seperti lagu Umar Bakri yang sampean hafal itu.
Tapi jangan keliru, ini bukan keluh kesah, namun justru kebanggaan seorang guru. Sampeyan juga paham kan, makelar tak pernah meratapi hidupnya yang hanya di terminal meski para penumpang telah plesir dan berfoto-foto di berbagai kota dan daerah.
Kebanggaan sebagai guru bisa kucontohkan seperti ini:
Jumat kemarin, seorang alumni datang ke sekolah dengan wajah berseri-seri dan ceria. Ia menemuiku dan menghadiahiku sebuah film dokumenter hasil karyanya, film yang sesungguhnya merupakan tugas akhir yang harus diselesaikannya sebagai mahasiswa Institut Seni Indonesia (ISI) Jogja.
Saat menontonnya, aku hampir tak percaya jika film ini karya siswaku. Secara gambar sangat istimewa, sekelas film-film dokumenter yang biasa kutonton di layar kaca, dan secara isi beberapa kali membuatku merinding karena merasa larut dan terwakili ceritanya.
Film berdurasi 33 menit 43 detik ini berjudul NENDES KOMBET, berkisah tentang kultur masyarakat Malang dengan bahasa walikannya, asal usulnya, dan perkembangannya hingga sekarang. Ada sejarawan, arkeolog, ahli bahasa, hingga tokoh-tokoh AREMA yang terlibat di dalamnya. Intinya, bahasa walikan Ngalam lahir pada masa perang kemerdekaan sebagai bahasa sandi perjuangan Arek Malang --yang kala itu pun telah menyebut diri sebagai AREMA-- untuk mengecoh mata-mata dan menolak tunduk pada lawan. Di dalamnya juga menunjukkan karakter dan identitas Genaro Ngalam yang berani dan tidak ingin didikte pada banyak hal. Yang tak kalah penting, film ini juga menegaskan bahwa AREMA bukan sekedar klub sepakbola. AREMA adalah identitas dan harga diri.
Nuwus, Sa'idah. Filmmu menjadi tombo atiku malam ini karena timku dan timmu gagal melaju lebih jauh.
Kutonton film ini sambil nendes kombet dan nodes oker.

Tulisan Bapak Guru Kami, Yusuf Muhamad Arif [https://www.facebook.com/mats.mamats]
Terimakasih Bapak Guru, Mungkin arti tiap kata bisa diseragamkan, tapi efek yang timbul darinya selalu personal. Bukti bahasa punya sunyinya sendiri.. Terimakasih Pak Arif, senang dan haru membaca tulisan Bapak.. Terimakasih Kami juga untuk Bapak Ibu Guru yang mengajarkan kami bahasa-bahasa. Kami jadi mengerti, bahwa fungsi bahasa adalah rumah bagi ingatan-ingatan yang ingin pulang. ((':

Jumat, 11 September 2015

Lebih Dekat dengan Sutradara Film Nendes Kombet


MalangPost-Perjuangan dalam menciptakan sebuah karya tak mudah. Tidak terkecuali bagi Sa’idah Fitriah. Mahasiswi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, mampu menyelesaikan tugas akhirnya dengan membuat film dokumenter berjudul Nendes Kombet.  Putri pertama pasangan Samsul Arifin dan Zahrotul Mufidah ini mengaku cukup puas, karena karya film mengangkat tema Boso Walikan khas Malangan tersebut mendapat apresiasi dari warga Malang.

Kepada Malang Post, gadis 23 tahun ini menceritakan suka duka membuat film tersebut. Bermula dari kewajiban dirinya untuk menyelesaikan tugas akhir tahun 2014 lalu. Saat itu dosen pembimbingnya yaitu Deddy Setyawan dan Lilik Kustanto memberikan pilihan kepada Sa’idah sebagai produk untuk tugas akhirnya. Yaitu Sa’idah bisa menciptakan karya musik atau karya film, untuk tugas akhirnya.
“Puas, saya tidak menyangka jika karya ini bisa diterima masyarakat, namun masih akan saya benahi lagi secara teknis,’’ katanya dengan tersenyum.


Sekali pun bukan pekerjaan sulit, tapi alumni MI Miftahul Ulum, Banjarsari ini tidak bisa memilih seketika. Dia berpikir, dan mencari ide untuk karyanya. “Saat itu dosen pembimbing mengatakan, kalau karya film yang saya buat, film tersebut harus memiliki unsur lokal,  tempat asal saya dilahirkan,’’ jelasnya.
Hingga akhirnya, pemilik hobi traveling ini teringat budaya Topeng Malangan Panji. Berbagai informasi tentang Topeng Malang Panji dicarinya melalui media internet. Dia juga bertanya-tanya kepada teman-temannya di Malang tentang seni budaya topeng Malangan Panji tersebut.
Namun upaya mengangkat tema topeng Malangan itu gagal dilakukan, karena dia tahu jika riset untuk mengangkat tema tersebut tidak mudah. Disamping narasumber yang minim, beberapa tempat risetnya juga tidak mampu dijangkau.
“Yang saya buat ini adalah film documenter. Syarat film documenter adalah tahu, kenal dan paham. Ini masalahnya, saya tahu ada budaya topeng malangan dan kenal, tapi saya tidak paham,’’ katanya.
Karena urung, alumni MTsN Malang 3 ini kemudian mencari ide lagi. Ide kedua itu adalah mengangkat tema boso walikan Malangan. Tanpa banyak kata, Sa’idah menghubungi Nur Indah Jazilah, temannya di Malang. Tekadnya pun bulat, saat Jazil begitu Nur Indah Jazilah dipanggil memberikan support serta dukungan.
Alhasil, saat ide itu muncul, Sa’idah kemudian memilih pulang sambil membawa proposal tentang proyek film yang akan dikerjakannya. Dia langsung membahas proyeknya itu dengan Jazil. Alhasil, Sa’idah pun memilih judul Plat N untuk karyanya tersebut.
“Saya ambil Plat N karena cocok saja. Karena plat polisi untuk wilayah Malang adalah N. Dan yang saya angkat adalah budaya boso walikan Malangan,’’ imbuhnya.
Tapi begitu, judul itu ternyata tidak diterima oleh dua dosen pembimbing ini. Tidak dijelaskan alasannya, yang pasti judul yang mirip dengan sebuah merek kaos ini tidak diterima.
Sa’idah kembali berpikir. Dia ingin, bahwa film dokumenternya tidak sekadar sebagai tugas akhir. Dia ingin, film ini bisa booming.
“Saat itu saya memilih jalan dulu untuk mengambil gambar. Sedangkan judul saya berpikir belakangan,’’ akunya.
Dia memulai proses pengambilan gambar di Alun-alun Tugu Kota Malang. Di alun-alun tersebut, dia ditemani Sahla Silahturahmi, teman mainnya saat kecil. Sa’idah mewawancarai beberapa pengunjung, tentang bahasa Malangan. Hasilnya pun memuaskan. Dalam sehari, satu scene film pun tergarap.
Penggarapan film ini berlanjut. Sa’idah langsung menuju ke Pasar Belanja Tugu untuk pengambilan gambar kedua. Dia pun mengaku puas, karena saat itu ada event, dengan performnya Ledome Percussion. Dari pengambilan gambar inilah, kemudian berlanjut. Dari info Jazil, dia menemukan nama Wahab Adinegoro penulis buku boso walikan. Tanpa banyak kata,  Sa’idah menghubungi Wahab.
“Entahlah, saya mendapat kemudahan saat proses pengambilan gambar. Beberapa sumber dapat saya temui dengan mudah, mulai dari Dwi Cahyono, Arkeolog UM, Ade d’Kross, d’Kross Community dan ahli Linguistik, yang namanya saya peroleh dari Jazil,’’ terangnya.
Menurutnya selain dibantu oleh  Sahla dan Jazil dia juga dibantu Ahimsa untuk sesi pengambilan gambar tersebut. Sa’idah kemudian kembali ke Yogjakarta, untuk penyelesaian filmnya itu.
Sa’idah juga mengatakan jika proyek film ini nyaris gagal. Itu seiring dengan rusaknya hardisk yang digunakannya menyimpan rekaman film. “Sa’idah sempat putus asa, karena hardisknya hilang,’’ beber Jazil.
Bahkan, karena kecewa dan ingin melupakan kesedihan akan file rekamannya yang hilang  Sa’idah memilih untuk travelling. Tapi begitu, dia justru kebablasan. Dia justru lupa dengan proyeknya itu.
“Saya baru pegang kembali proyek ini Maret 2015 lalu. Dari rekaman dapat diselamatkan saya merangkai film tersebut,’’ akunya, sembari mengatakan dia juga meminta stok shoot kepada Andi Bachtiar Yusuf.
Setelah semuanya tergarap baik, setiap cuplikan disambungkan, Sa’dah pun puas. Tapi saat itu kurang judul. Sa’idah pun kembali menghadap dosen pembimbingnya, untuk konsultasi. Dari konsultasi inilah, kemudian muncul ide judul filmnya adalah Nendes Kombet. “Artinya Senden Tembok. Memang secara linguistic ada perbedaan bacaan, tapi itulah menariknya bahasa Malangan. Arek Malang butuh ketegasan dalam mengucapkan bahasa, ‘’ katanya.
Untuk menguatkan, Sa’idah ketemu lagi dengan ahli Linguistik, yang menerangkan tentang ketegasan bahasa Malang. “Alhamdulillah semuanya selesai dengan baik. Dan karya itu sudah saya serahkan ke kampus, saya juga ujian mendapat nilai A,’’ kata gadis yang Sabtu (12/9) nanti akan wisuda S1.
Dia juga mengatakan jika karya film documenter Nendes Kombet adalah hasil pengerjaan tim. Selain tiga temannya di atas, pengerjaan proyek ini juga dibantu oleh teman-temannya yang ada di Jogjakarta, diantaranya adalah Mar’atus Solihah, Windi Prihartati, Balya Kretarta, Adlinda Firdienta, Anggi Yanuariska dan Qory Zakia.
Sa’idah sendiri mengaku sangat puas dengan proyeknya itu. Selain dapat nilai A, karya tersebut mendapat apresiasi dari warga Malang. Alhasil, Saidah pun ingin meneruskan proyek ini. Bahkan, kepada Malang Post Sa’idah bercita-cita membuat film documenter lainnya, untuk mengenalkan bahasa Malangan kepada dunia.
“Karena hasil yang ini masih jelek, harus ada editing ulang. Yang pasti, saya ingin menciptakan lagi film documenter lainnya. Terutama budaya Malang. Saya ingin mengenalkan budaya lokal Malang ini ke dunia,’’ tandasnya.(ira ravika/ary)